Terbunuhnya Sang Khalifah Utsman bin Affan: Potret Kekejaman Kaum Pemberontak

Terbunuhnya Sang Khalifah Utsman bin Affan: Potret Kekejaman Kaum Pemberontak

Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu merupakan khalifah ketiga umat Islam. Beliau lahir enam tahun setelah tahun gajah.1 Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi al-Umawiy radhiyallahu ‘anhu.2

Sosok sahabat berwajah rupawan, berkulit putih bersih, dan berjenggot lebat.3 Beliau seorang yang sangat pemalu hingga para malaikat pun malu kepada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyanjung beliau,

أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ

“Tidakkah sepatutnya aku malu kepada seorang lelaki (yaitu sahabat Utsman) yang para malaikat malu kepadanya?”4

Keutamaan Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat dikasihi. Beliau memperoleh kemuliaan dengan mempersunting dua putri Nabi, Ruqayyah kemudian Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anhuma hingga mendapat julukan Dzunnurain (pemilik dua cahaya). Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seandainya aku masih memiliki putri yang lain, sungguh akan kunikahkan dia dengan Utsman.”5

Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu termasuk as-Sabiqunal Awwalun (para sahabat yang pertama masuk Islam). Beliau berislam sebelum masuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah sahabat al-Arqam radhiyallahu ‘anhu.6

Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu adalah figur sahabat yang memiliki kedermawanan luar biasa. Sosok sahabat yang tak pernah berat menginfakkan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Beliau adalah orang yang mudah menangis kala mengingat akhirat.7

Tidak hanya itu, beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk deretan sahabat pemetik janji surga yang disebutkan dalam hadits,

وَعُثْمَانُ فِي الجنَّة

“Dan Utsman di Jannah.”8

Demikianlah sebagian keutamaan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Sahabat mulia pemetik janji surga yang terbunuh dengan penuh kezaliman di tangan para bughat (pemberontak). Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menangis apabila mengingat kematian sang khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.9

Kabar Tentang Wafatnya Utsman bin Affan

Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu telah mengetahui bahwa ia kelak akan terbunuh sebagai syahid di tangan para pemberontak. Hal ini beliau ketahui melalui berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ:ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِتْنَةً، فَمَرَّ رَجُلٌ فَقَالَ: يُقْتَلُ فِيهَا هَذَا الْمُقَنَّعُ يَوْمَئِذٍ مَظْلُومًا، قَالَ: فَنَظَرْتُ، فَإِذَا هُوَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyebutkan tentang suatu fitnah, kemudian lewatlah seseorang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Pada fitnah itu, orang yang bertutup kepala ini akan terbunuh dengan penuh kezaliman.’ Abdullah bin Umar berkata: ‘Aku pun melihat (orang itu), dan ternyata ia adalah Utsman bin Affan.’”

Dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu beliau pernah menceritakan, “Pada suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke salah satu kebun di Madinah. Lalu datang Utsman, aku berkata, ‘Tunggu dulu! Sehingga aku memohon izin untukmu, ’kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Izinkanlah ia, berilah kabar gembira kepadanya dengan surga, bersamaan dengan musibah yang akan menimpanya.’”10

Awal Munculnya Fitnah

Wafatnya Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah awal munculnya fitnah. Umar radhiyallahu ‘anhu adalah pintu yang menutup fitnah. Tatkala pintu itu patah dan rusak, gelombang fitnah akan terus menimpa umat ini. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu.11

Begitulah yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah wafatnya Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, muncullah berbagai macam fitnah yang terus menimpa umat ini. Di antara fitnah tersebut adalah terbunuhnya Khalifah ar-Rasyid Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Abdullah bin Saba Si Pemantik Api Fitnah

Para provokator mulai melancarkan berbagai makar yang batil terhadap Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Mereka memprovokasi masyarakat untuk mencela kepemimpinannya. Di tengah para provokator tersebut terdapat seorang Yahudi yang gemar memantik api fitnah. Dengan perlahan ia mulai memantik amarah massa untuk memberontak kepada penguasa. Orang tersebut bernama Abdullah bin Saba atau yang dikenal dengan sebutan Ibnu as-Sauda. Seorang Yahudi yang menampakkan kesalehan, namun di hatinya penuh dengan kekufuran dan permusuhan terhadap agama Islam dan para pemeluknya.12

Abdullah bin Saba si Yahudi menyambangi Basrah. Sebuah kota di negara Irak yang dipimpin oleh Abdullah bin Amir. Ibnu as-Sauda datang menemuinya bersama beberapa orang. Abdullah bin Amir bertanya, “Engkau ini siapa?” Ibnu as-Sauda menjawab, “Aku adalah seorang dari kalangan ahlul kitab yang ingin masuk Islam. Aku juga ingin tinggal di kotamu.” Abdullah bin Amir menanggapi, “Aku tidak mendengar kabar tentangnya. Usir dia!” Abdullah bin Saba pun menuju kota Kufah. Di sana ia pun tertolak dan terusir. Lalu ia pergi menuju kota Mesir dan menetap di negeri tersebut. Ia terus berkirim surat kepada penduduk setempat. Namun sebagian penduduk Mesir tidak sepemikiran dengannya.13

Abdullah bin Saba senantiasa memprovokasi massa dengan mencela Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba menampakkan diri seolah ia adalah orang yang mencintai ahlul bait. Ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad akan kembali sebagaimana kembalinya Isa.” Dari sinilah keyakinan reinkarnasi itu lahir di kalangan orang-orang Syi’ah. Ia mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang diberi wasiat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun wasiat tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana semestinya. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu menyandang kepemimpinan tanpa alasan yang dibenarkan. Lalu ia terus memprovokasi masyarakat dan melakukan makar serta mencela para waliyyul amr (pemerintah).14

Para Pemberontak Kota Madinah

Hasutan demi hasutan terus dilancarkan oleh Abdullah bin Saba. Syubhat-syubhat terus ia tebarkan untuk memprovokasi rakyat. Massa besar dari Mesir dan Irak pun terkumpul. Mereka mulai bertolak menuju Madinah dengan membawa kebencian terhadap Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Bahkan mereka bertekad untuk melengserkan kursi kekhalifahan beliau karena menurut mereka khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu telah berkhianat.

Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu menemui mereka. Dengan penuh hikmah dan kelembutan, beliau mengajak para penentang tersebut untuk berdialog. Beliau menjelaskan dan membantah syubhat-syubhat yang telah tertanam pada mereka. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu juga membuat perjanjian damai dan kesepakatan yang menenteramkan jiwa-jiwa mereka. Mereka pun ridha dan akhirnya kembali ke negeri mereka.15

Surat Palsu atas Nama Khalifah

Mendapati jawaban-jawaban Utsman radhiyallahu ‘anhu beserta kesepakatan yang beliau tetapkan, mereka pun pergi untuk kembali ke negeri mereka. Kenyataan ini membuat geram para penyulut fitnah. Mereka kembali membuat makar yang penuh dengan kelicikan dan tipu daya demi menyalakan kembali api kebencian yang hampir padam dan sudah sangat lama mereka nantikan. Segera mereka memunculkan makar berikutnya, yaitu membuat surat palsu.

Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati sebuah surat atas nama khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Surat tersebut berisi perintah dari khalifah untuk membunuh serta menyalib sekelompok orang dari mereka.16

Kembalinya Para Pemberontak

Dengan adanya surat palsu tersebut, api kebencian kepada khalifah kembali berkobar di tengah-tengah para pemberontak. Mereka pun kembali menuju Madinah kemudian mengepung kediaman Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak lagi memercayai Utsman radhiyallahu ‘anhu meskipun beliau telah bersumpah bahwasanya ia tidak pernah mengetahui apalagi menulis surat tersebut.17

Kaum Bughat (pemberontak) itu mulai mengepung kediaman sang khalifah. Pengepungan ini berlangsung selama 40 hari. Beberapa hari kemudian pengepungan semakin ketat. Sampai-sampai mereka melarang Utsman radhiyallahu ‘anhu untuk keluar rumah. Bahkan untuk sekedar mengambil air minum di sumur.18

Para pemberontak tersebut ingin agar Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu melepaskan tampuk kepemimpinan, jika tidak maka mereka akan membunuh beliau. Namun Utsman radhiyallahu ‘anhu tetap kokoh memegang wasiat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِنْ سَأَلُوكَ أَنْ تَنْخَلِعَ مِنْ قَمِيصٍ قَمَّصَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلَا تَفْعَلْ

“Dan jika mereka (pemberontak) memaksamu untuk melepaskan pakaian yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala pakaikan kepadamu (yakni kekhilafahan), maka janganlah engkau lakukan.”19

Sahabat Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu juga memberikan nasihat kepada sang khalifah,

الْكَفَّ الْكَفَّ؛ فَإِنَّهُ أَبْلَغُ لَكَ فِي الْحُجَّةِ

“Tahanlah, tahanlah (dari peperangan) karena dengan itu hujjahmu lebih kuat.”20

Pembelaan Para Sahabat

Banyak dari para sahabat yang membela Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Bahkan ada di antara mereka seperti al-Hasan dan al-Husain, Abdullah bin az-Zubair, serta Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum yang menemani khalifah di rumahnya hingga hari terakhir pengepungan. Tak hanya itu, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sempat datang sambil menenteng pedangnya untuk membela sang khalifah. Namun Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu justru berkata, “Wahai Abu Hurairah, senangkah engkau jika banyak manusia yang terbunuh dan aku juga terbunuh?” Abu Hurairah menjawab, “Tentu tidak wahai Amirul Mukminin.” Utsman melanjutkan, “Sungguh demi Allah, seandainya engkau membunuh seorang manusia, seakan-akan engkau telah membunuh manusia seluruhnya.” Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun kembali dan melaksanakan nasihat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.21

Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu ‘anhu berkata kepada sang khalifah ketika beliau dikepung oleh para pemberontak, ”Wahai Amirul Mukminin, perangilah mereka! Sungguh Allah telah menghalalkan bagimu untuk memerangi para pemberontak itu.” “Tidak, demi Allah. Aku tidak akan memerangi mereka.” Jawab sang khalifah radhiyallahu ‘anhu.22

Terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Jumat, 12 Dzulhijjah 35 H. Hari itu pengepungan terhadap khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu masih terus berlanjut bahkan pengepungan yang dilakukan oleh para bughat (pemberontak) semakin dahsyat.23 Padahal di hari itu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu sedang berpuasa.24

Pagi itu, Utsman radhiyallahu ‘anhu sedang berada di rumah bersama sebagian para sahabat yang terus bersikukuh hendak membela beliau dari kezaliman para pemberontak. Di antara mereka adalah al-Hasan dan al-Husain, Abdullah bin Umar, Abdullah bin az-Zubair, Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dan sejumlah sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum. Sang khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu meminta mereka untuk keluar dari rumah, menjauhkan diri dari fitnah. Beliau melarang para sahabat melakukan pembelaan dengan peperangan. Beliau tidak ingin sahabat-sahabat yang lain turut menjadi korban dan terbunuh dalam fitnah ini.

Dalam suasana pengepungan dan kekacauan, khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu membuka pintu rumahnya. Beliau duduk bersimpuh di hadapan mushaf. Beliau membacanya dalam keadaan di hari itu beliau sedang berpuasa. Tak berselang lama, masuklah seseorang dari kalangan pemberontak, ia hendak membunuh sang khalifah. Utsman pun mengingatkan, “Wahai fulan, di antara aku dan engkau ada Kitabullah!” Dia pun pergi meninggalkan Utsman radhiyallahu ‘anhu. Setelah itu, datanglah seseorang dari bani Sadus. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu kembali mengingatkan bahwa di antara mereka ada Kitabullah. Namun ia tidak peduli. Dengan penuh amarah yang membara, dia cekik leher sang khalifah lalu ia tebaskan pedang ke arah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Amirul Mukminin melindungi diri dari pedang dengan tangannya. Terputuslah tangan beliau dan darah segar mengalir tepat pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ، وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Allah akan memeliharamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 137)

Saat itu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَمَا وَاللهِ، إِنَّهَا لَأَوَّلُ كَفٍّ خَطَّتِ الْمُفَصَّلَ

“Demi Allah, (tangan yang telah kau putuskan) ini adalah tangan pertama yang menulis surat-surat mufashshal.”25

Tak hanya itu, jari jemari Nailah bintu Furafishah terpotong saat melindungi suaminya dari tebasan pedang kaum bughat (pemberontak).26

Syahadah yang Dijanjikan

Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu telah wafat. Terwujudlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kala itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersama Abu Bakr, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum, tiba-tiba Uhud berguncang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ، وَصِدِّيقٌ، وَشَهِيدَانِ

“Tenanglah wahai Uhud. Sesungguhnya yang berada di atasmu adalah seorang nabi, seorang shiddiq (orang yang jujur), dan dua orang syahid.27

Bergabunglah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu bersama kedua sahabatnya, Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagaimana mimpinya di malam itu.28 Khalifah ar-Rasyid Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu wafat pada usia ke-8329 pada hari Jumat, 12 Dzulhijjah 35 H. Beliau radhiyallahu ‘anhu menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun.30 Wallahu a’lam bish shawab. KAK-LTC/THR

Penulis: Khalid Abdul Khaliq

Referensi:

  1. Al-Istia’ab fii Ma’rifatil Ashhab karya Abu Umar Yusuf bin Abdullah al-Qurthubi rahimahullah
  2. Al-Kamil fii at-Tarikh karya Ibnul Atsir rahimahullah
  3. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir rahimahullah
  4. Thabaqat al-Kubra karya Abu Abdillah Muhammad bin Sa’ad al-Hasyimi (terkenal dengan sebutan Ibnu Sa’ad) rahimahullah
  5. Tarikh Ibnu Khaldun karya Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad Ibnu Khaldun rahimahullah
  6. Fitnah Maqtal Utsman karya Muhammad bin Abdillah bin Abdil Qadir
  7. Tarikh ath-Thabari karya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah
  8. Ma’rifah ash-Shahabah karya Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mihran al-Ashbahani rahimahullah
  9. Mukhtashar Tarikh Dimasyqi li Ibni Asakir karya Muhammad bin Mukram bin Ali Abul Fadhl rahimahullah

Footnotes

  1. Al-Istia’ab fi Ma’rifatil Ashhab (3/1038)
  2. Al-Istia’ab fi Ma’rifatil Ashhab (3/1037)
    عثمان بْن عَفَّان بن أبي العاص بن أمية بن عبد شمس بن عبد مناف ابن قصي القرشي الأموي
  3. Lihat al-Kamil fi at-Tarikh (2/549)
  4. HR. Muslim no. (2401)-36
  5. Al-Bidayah wa an-Nihayah (8/243)
    لَوْ كَانَتْ عِنْدِي ثَالِثَةٌ لَزَوَّجَتُهَا عُثْمَانَ
  6. Thabaqat al-Kubra (3/40)
    وَكَانَ إِسْلامُ عُثْمَانَ قَدِيمًا قَبْلَ دُخُولِ رَسُولِ الله دَارَ الأَرْقَمِ
  7. HR. Ahmad dalam az-Zuhd (hal. 42) dan at-Tirmidzi dalam as-Sunan (4/553) dengan sanad yang hasan.
  8. HR. Abu Dawud no. 4649 dari sahabat Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu. Sahih, lihat Shahih wa Dha’if sunan Abi Dawud no. 4649
  9. Thabaqat al-Kubra (3/40)
    كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِذَا ذُكِرَ مَا صُنِعَ بِعُثْمَانَ بَكَى
  10. HR. Al-Bukhari no. 7097 dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat Zhilalul Jannah fii Takhrij as-Sunnah no. 1460
    عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ، قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى حَائِطٍ مِنْ حَوَائِطِ المَدِينَةِ لِحَاجَتِهِ، وَخَرَجْتُ فِي إِثْرِهِ، فَلَمَّا دَخَلَ الحَائِطَ جَلَسْتُ عَلَى بَابِهِ، وَقُلْتُ: لَأَكُونَنَّ اليَوْمَ بَوَّابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَمْ يَأْمُرْنِي، فَذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَضَى حَاجَتَهُ، وَجَلَسَ عَلَى قُفِّ البِئْرِ، فَكَشَفَ عَنْ سَاقَيْهِ وَدَلَّاهُمَا فِي البِئْرِ، فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ لِيَدْخُلَ، فَقُلْتُ: كَمَا أَنْتَ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ لَكَ، فَوَقَفَ فَجِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْكَ، قَالَ: «ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ» فَدَخَلَ، فَجَاءَ عَنْ يَمِينِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَشَفَ عَنْ سَاقَيْهِ وَدَلَّاهُمَا فِي البِئْرِ، فَجَاءَ عُمَرُ فَقُلْتُ: كَمَا أَنْتَ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ لَكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ» فَجَاءَ عَنْ يَسَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَشَفَ عَنْ سَاقَيْهِ فَدَلَّاهُمَا فِي البِئْرِ، فَامْتَلَأَ القُفُّ، فَلَمْ يَكُنْ فِيهِ مَجْلِسٌ، ثُمَّ جَاءَ عُثْمَانُ فَقُلْتُ: كَمَا أَنْتَ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ لَكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ، مَعَهَا بَلَاءٌ يُصِيبُهُ»
  11. HR. Al-Bukhari no. 1435 dan Muslim no. 26-(144) dari sahabat Abu Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat Misykat al-Mashabih no. 5435-(25)
  12. Lihat al-Kamil fii at-Tarikh (2/517)
  13. Lihat al-Kamil fii at-Tarikh (2/517)
  14. Lihat Tarikh Ibnu Khaldun (2/587)
  15. Lihat Fitnah Maqtal Utsman (1/153-157)
  16. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah (10/280)
  17. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah (10/281)
  18. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah (10/285-286)
  19. Musnad al-Humaidi no. 270 dari sahabat Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhu
  20. Thabaqat al-Kubra (3/71)
  21. Thabaqat al-Kubra (3/70)
    يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، ” أَيَسُرُّكَ أَنْ تَقْتُلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَإِيَّايَ؟ قَالَ: قُلْتُ: لَا , قَالَ: فَإِنَّكَ وَاللَّهِ إِنْ قَتَلْتَ رَجُلًا وَاحِدًا فَكَأَنَّمَا قُتِلَ النَّاسُ جَمِيعًا , قَالَ: فَرَجَعْتُ وَلَمْ أُقَاتِلْ
  22. Thabaqat al-Kubra (3/70)
    عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: قُلْتُ لِعُثْمَانَ يَوْمَ الدَّارِ: ” قَاتِلْهُمْ، فَوَاللَّهِ لَقَدْ أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ قِتَالَهُمْ , فَقَالَ: لَا وَاللَّهِ لَا أُقَاتِلُهُمْ أَبَدًا
  23. Lihat Tarikh ath-Thabari (4/378)
  24. Lihat Ma’rifah ash-Shahabah (1/63)
  25. Tarikh ath-Thabari (4/384)
  26. Lihat Mukhtashar Tarikh Dimasyqi li Ibni ‘Asakir (16/226), Thabaqat al-Kubra (3/74), Al-Bidayah wa an-Nihayah (10/307)
  27. HR. Al-Bukhari dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat Misykat al-Mashabih no. 6083
  28. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah (10/317-318)
  29. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa usia beliau 88 tahun. Ada pula yang menyebutkan di usia 90 tahun. wallahu a’lam
  30. Lihat Ma’rifah ash-shahabah li Abi Nu’aim (1/63)

sumber : islamhariini.com

__Posted on
June 24, 2023
__Categories
Kisah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *